Selengkapnya ...

Mahasiswa Aceh di Jakarta Tolak Penjualan FOBA
Langsa
Mahasiswa Aceh di Jakarta yang tergabung dalam Komite Mahasiswa Aceh dan Pemuda se-Nusantara (KMPAN), menyatakan keprihatinan dan penolakannya atas rencana Yayasan Wisma Mahasiswa dan Pelajar Indonesia (WMPI) yang berniat menjual asrama mahasiswa Aceh di Jakarta, yang lebih dikenal dengan FOBA (Found Oentoek Bantuan Atjeh).

Para mahasiswa juga melakukan aksi protes beberapa waktu lalu, dengan cara mencoret-coret dinding asrama kebanggaan masyarakat Aceh itu. Dalam pernyataan tertulis yang dikirim KMPAN ke Serambi Biro Langsa beberapa hari lalu, disebutkan bahwa mahasiswa Aceh yang ada di Jakarta dan di seluruh Indonesia akan beraksi bila pihak Yayasan WMPI memaksakan keinginan untuk menjual asrama FOBA yang notabene aset rakyat Aceh.

Menurut Chalil Ilyas, Sekjen KMPAN, para mahasiswa Aceh di Jakarta tetap menolak penjualan asrama mahasiswa kepada pihak ketiga oleh yayasan, karena FOBA sudah menjadi aset Aceh yang tak tergantikan di ibu kota Jakarta.

Dikatakan Chalil, pihaknya juga sangat kecewa dengan sikap arogansi pihak yayasan, karena yayasan secara diam-diam melakukan aksinya dengan dalih bahwa aset yang sekarang berada di tengah-tengah kota Jakarta tidak lagi strategis untuk dihuni oleh para mahasiswa.

“Aset ini punya harga jual yang tinggi, mereka akan membangun apartemen 20 lantai dan dananya nanti akan dikembalikan kepada mahasiswa dalam bentuk beasiswa atau mencari asrama lain yang letaknya di pinggiran Jakarta yang harganya jauh lebih murah. Itu janji mereka, padahal selama ini mahasiswa yang tinggal di FOBA terabaikan, mulai dari pembayaran listrik, uang kebersihan, kondisi kamar yang sangat tidak layak dihuni,” tulis Chalil.

Anehnya lagi, kata dia, akte dari yayasan FOBA kini telah menjadi yayasan WMPI. Di mana perubahannya juga tidak dilakukan secara terbuka dalam forum apa pun. Bahkan, 5 Agustus 2010 mahasiswa penghuni asrama FOBA dilaporkan oleh pihak yayasan kepada polisi, dengan tuduhan melakukan aksi pengrusakan terhadap kantor mereka. Polisi Sektor Setia Budi akhirnya memanggil mahasiswa FOBA untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

“FOBA ini untuk mahasiswa Aceh yang kuliah di Jakarta, kami mohon dukungan dari masyarakat dan tokoh Aceh untuk mempertahankannya,” tandas Chalil. Terkait masalah tersebut, Chalil mengaku, pihaknya telah berkoordiansi dengan seluruh perwakilan mahasiwa yang ada di seluruh nusantara, seperti IMAPA Jakarta, IKAPA Bandung, IPTR di Medan, PMKTR di Surabaya, HIMPAC di Padang, IMTR di Bogor, IPAS di Semarang, TPA Jogjakarta, IPPMA Malang, IMPAS dan Himpasay.

Sedikitnya 20 ribu mahasiswa akan berhadapan dengan pihak yayasan, jika yayasan memaksakan kehendak tetap akan mejual FOBA. Mahasiswa dalam rilisnya juga meminta Pemerintah Aceh untuk turun tangan terkait masalah tersebut.

Dalam pernyataan itu, juga disebutkan, Sayuti Abubakar SH, pengacara mahasiswa saat menghadap kepolisian terkait laporan pihak yayasan secara tegas telah mengirimkan surat kepada pihak yayasan dan meminta untuk segera berdialog, namun pihak yayasan tidak membalas surat tersebut. Padahal tembusannya disampaikan kepada bupati dan wali kota yang ada di Aceh.

Informasi yang diperoleh Serambi, bangunan yang dijadikan asrama mahasiswa Aceh berikut tanah seluas lebih 3.000 meter berada di jantung ibu kota Jakarta, tepatnya di kawasan Setia Budi. Menurut perkiraan bernilai Rp 60 miliar.

Berkembang informasi, FOBA adalah kompensasi Pemerintah Indonesia kepada Aceh pasca gejolak DI/TII di Aceh tahun 1953. Kala itu Gubernur Militer Aceh, Tgk Muhammad Daud Beureueh. Sementara informasi yang lain menyebutkan aset tersebut dibeli oleh rakyat Aceh pada saat Daud Beureueh menjabat Gubernur.(serambinews.com)

0 komentar: